“Apa makna tawakal ustaz?” Seorang budak berusia 15 tahun, masih tidak tahu apa-apa tentang kehidupan, bertanyakan tentang Tawakal kepada Ustaz Hatta.
Entah kenapa, hari itu saya tiba-tiba bertanyakan soalan tersebut kepada Ustaz Hatta yang sedang menulis khat di papan hitam. Ustaz tersenyum, kemudian bergerak perlahan menuju ke mejanya.
“Jadilah seperti burung Yus. Burung itu adalah makhluk tawakal paling tinggi yang Allah ciptakan untuk kita belajar darinya.” Ustaz Hatta bercerita kepada kami sambil tangannya menunjukkan ke langit.
“Hati burung dikenal lemah lembut, sangat tinggi tawakkalnya dan rasa takutnya pada Allah. Kata Nabi, “Akan masuk syurga suatu kaum yang hati mereka seperti hati burung.” Saya dan rakan-rakan khusyuk mendengar, Ustaz Hatta merangkan tawakal dengan cara bercerita. Seronok.
Kelas Khat hari itu adalah kelas khat yang paling bermakna dalam hidup saya. Kami belajar tentang Tawakal dengan penuh kefahaman.
Kata Ustaz Hatta, Tawakal itu adalah berusaha dengan menyerahkan segala urusan kepada Allah. Bukan sekadar duduk termanggu di pintu, dan menadah tangan mengharap rezeki turun dari langit.
Umar Al-Khatab berkata, bahawa nabi bersabda, “Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di waktu petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Hadis di atas menceritakan kepada kita, bahawa tawakal adalah satu proses, proses mendapatkan sesuatu dari Allah dengan berusaha. Allah akan berikan rezeki dengan sebab para hambanya berusaha.
Seperti burung yang keluar dari sarangnya, berusaha mencari makanan, kemudian balik ke sangkar semula dengan perut yang kenyang. Tentu saja manusia yang berakal mampu lebih dari itu, dan bukan sekadar menunggu dan berdoa mengharapkan sesuatu turun kepadanya.
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah nescaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Surah Ath-Thalaq: 3)
“Tawakal ini bukan usaha dulu baru tawakal. Tetapi tawakal itu sendiri adalah usaha yang kita serahkan segala natijah kepada Allah.” Kata Ustaz Hatta sebelum menamatkan kelas khat kami pada hari itu.
Sejak dari hari itu, pemahaman saya tentang tawakal berubah 180 darjah. Bukan Usaha dulu kemudian tawakal, tetapi tawakal itu adalah usaha yang 100% serahkan urusan kepada Allah.
Saya tidak ada apa-apa kekuatan melainkan kekuatan Allah yang menguruskan semuanya. Kepada siapa lagi yang mahu saya serahkan urusan kehidupan? Melainkan kepada pencipta saya, yang Maha Kuat dan Maha Pemberi Rezeki.
Ketika manusia berlumba-lumba mencari apa yang mereka inginkan, mereka terlupa kepada Pemberi Rezeki.
Sebab itu ada ramai yang sanggup menipu, merasuah, menindas, dan tidak amanah semata-mata mendapatkan apa yang diinginkan. Sehingga terlupa, Tuhan yang sentiasa melihat dan mengatur kehidupan kita.
Tetapi apabila Tawakal menjadi tunjang dalam kehidupan, secara langsung akan merasakan ada Tuhan sedang menjaga dan mengurus kehidupan kita. Terasa malu dan takut untuk melakukan khianat , dan perkara munkar dalam mencari rezeki. Sebaik mungkin, ingin meraih redha dan cinta Allah agar segala urusan kehidupan mendapat keberkatan.
Saya sedang berusaha meraih cinta Allah dengan tawakal kepadaNya. Kerana saya percaya Allah mencintai hambanya yang bertawakal. Sepertimana firman Allah, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya.” (Surah Ali Imran: 159)
Kawan-kawan semua, marilah kita jadi seperti burung!
Follow me on Instagram: https://www.instagram.com/yussamir/
Facebook: https://www.facebook.com/Yussamiryusof
Twitter: https://twitter.com/yussamir
0 Ulasan